Headlines News :
Home » » BAHAGIA ITU TAK HARUS KAYA

BAHAGIA ITU TAK HARUS KAYA

Written By Rudy on Sunday, December 1, 2013 | 4:35 AM

Embusan angin laut membuat rambutnya yang sudah memutih bergerak ke sana ke mari. Dia tidak memedulikan hantaman angin. Bibirnya menyunggingkan seulas senyum melihat sebuah vila yang berdiri kokoh di atas bukit tak jauh dan tepi pantai. 

Berkat kerja keras puluhan tahun, dia akhirnya berhasil mewujudkan impian memiliki vila di tepi pantai. Pada masa-masa liburan, dia bersama keluarga dapat menikmati segarnya udara laut dan indahnya deburan ombak. Dia bangga melihat raut iri di wajah teman-temannya. 

Matahari mulai beranjak naik meninggalkan peraduannya. Pria itu meneruskan langkah kakinya menyusur tepian pantai, membiarkan deburan ombak membelai kakinya. Supaya lebih meresapi suasana pantai, direktur eksekutif perusahaan internasional itu menapaki pasir dengan bertelanjang kaki. 
“Alangkah indahnya alam ini! Betapa hebatnya keberhasilanku!” gumamnya. Anak istrinya juga senang dapat berlibur di vila milik sendiri. Selama ini mereka tak kenal lelah mengumpulkan uang dan Tuhan membalasnya dengan nikmat terindah. 
Sampan-sampan nelayan menepi dan mengeluarkan hasil tangkapannya. Pria pemilik vila turut membantu mengeluarkan jaring, mengangkat hasil ikan tangkapan, dan mendorong sampan ke daratan. Semula si nelayan menolak bantuan, tapi pria pemilik vila itu bersikeras, “Tidak usah sungkan, Saya senang melakukannya.” 
Sebagai ungkapan terima kasih, si nelayan pun mengajak pria pemilik vila itu rehat di teras rumahnya yang menghadap ke laut. Pria itu tidak menolak, dan dia disuguhi secangkir kopi pahit dan singkong rebus. Beruntunglah karena saat itu matahari terus meninggi dan menyengat.
Sesungguhnya pria itu bukanlah tipe orang yang tinggi hati. Walaupun banyak orang kagum dengan kesuksesannya, pria pemilik vila itu bersedia berbagi pengalaman agar orang lain turut meningkat harkat hidupnya. Termasuk kepada nelayan yang baru dikenalnya itu, pemilik vila pun ingin memberi nasihat demi kemajuan hidupnya. 
Pria itu prihatin dengan kondisi rumah nelayan yang lebih pantas disebut gubuk. Pakaiannya juga compang camping, tidak ada perabotan modern yang dimilikinya. Harta miliknya hanya perahu, jaring, serta peralatan melaut yang sederhana. Dan yang membuat pemilik vila itu geleng-geleng kepala, di waktu yang baru menjelang siang itu si nelayan sudah bersantai di dipan rumah kayunya.
“Apakah Bapak punya pekerjaan tambahan selain menjadi nelayan?” tanya si pemilik vila. 
“Tidak. Saya hanya melaut Saja, hasilnya dijual untuk biaya dapur dan sekolah anak-anak. Saya sudah merasa cukup dengan rezeki itu,” jawab si nelayan, lalu meneguk kopi pahitnya yang kental. 
Dengan berhati-hati, si pemilik vila memberikan pencerahan, “Mengapa Bapak tidak bekerja lebih keras lagi supaya hidup lebih enak? Selesai melaut, Bapak menangkap ikan lagi atau mengerjakan apa saja sampai petang. Jangan lupa menabung hasilnya! Berpahit-pahitlah dulu sebab Bapak membutuhkan uang banyak untuk membeli perahu bermesin supaya tangkapan ikannya lebih banyak.” 
Nelayan itu diam mendengarkan. 
“Setelah punya perahu bermesin, tetaplah bekerja keras hingga Bapak bisa menangkap ikan sebanyak-banyaknya. Jangan berfoya-foya dulu, nanti uangnya bisa digunakan untuk membeli kapal modern penangkap ikan.” 
Nelayan itu tetap mendengarkan. 
“Sesudah punya kapal modern, Bapak dapat menangkap ikan kapan saja, di mana saja, serta berapa saja. Lalu tabunglah seluruh uangnya untuk membeli vila yang mewah.” Pria itu tidak lupa menunjuk vila miliknya. 
Si nelayan manggut-manggut mendengar penjelasan tersebut. 
Sedangkan si pemilik vila senang omongannya dapat menginspirasi kehidupan seseorang.
“Dengan vila mewah dan uang banyak, Bapak dapat menikmati indahnya laut bersama anak istri. Hidup Bapak jadi sempurna,” ucap si pemilik vila mengakhiri khotbahnya. 
Si nelayan lalu bertanya, “Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk mewujudkan impian itu?” 
“Ya, bisa puluhan tahun. Tapi jangan cemas, kerja keras Bapak akan diganjar dengan hidup yang penuh kebahagiaan seperti saya saat ini. Tidak perlu kerja keras lagi menyiksa badan. Bapak tinggal duduk santai di tepi pantai menikmati anugerah alam yang indah ini!” 
Nelayan itu mengamati pria beruban di depannya, yang di usia senja baru dapat menikmati kebahagiaan hidup, dan selama puluhan tahun terperangkap dalam pekerjaan yang menguras tenaga dan pikiran. 
“Kalau tujuan akhirnya hanya untuk menikmati bahagianya hidup di tepi pantai bersama keluarga, saat ini saya sekeluarga telah merasakannya. Kami memang tidak mempunyai vila mewah atau uang banyak, tetapi kami merasa cukup dengan apa yang ada. Kami sekeluarga dapat menikmati anugerah hidup ini tanpa perlu menyiksa diri. Kami bahagia dengan mensyukuri segala yang telah diberikan Tuhan.” 
Si pemilik vila terenyak. Mengapa dia tidak menyadarinya? 
Perlahan-lahan kebanggaan memiliki vila yang diperolehnya dengan kerja keras bertahun-tahun runtuh.
Akh, mengapa aku terlambat menemukan makna kebahagiaan yang sebenarnya...,” rintihnya.
Sahabat, Untuk mendapatkan kebahagiaan sejati diperlukan pemahaman mendalam tentang makna hakiki kehidupan.
Kebahagiaan itu sebetulnya sudah ada di dalam diri, di dalam keluarga, tetapi kita masih mencarinya di luar dan malah kehilangan makna bahagia yang sesungguhnya.
 Sumber  :  http://www.rumah-yatim-indonesia.org/
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Proudly powered by Blogger
Copyright © 2011. Blog Pojok Informasi - All Rights Reserved
Template Design by Creating Website Published by Mas Template